Kamis, 29 Januari 2015

Kamisan #1 Season 3 : KOMA!

Aku pulang, temui aku ditempat biasa ya, aku rindu padamu.

Sebuah pesan singkat yang akhirnya mengantarku pada tempat kenangan ini. Tempat dimana tersimpan cerita kita. Tempat yang mungkin banyak orang mengubrisnya, hanya karena sebuah sudut yang tidak begitu menarik. Sebuah sudut yang terletak di sisi gedung yang menjulang. Sebuah sudut yang sisi lainnya adalah jalan yang dilalui begitu banyak orang, namun sering dilupakan, tapi tidak untuk kita.

Bulan Januari, bulan dimana tidak seharusnya hujan turun. Hujan yang seharusnya masih tersimpan hingga nanti dimunculkannya pada bulan September. Hujan, mengapa kamu harus hadir pada hari ini? Tidakkah ingin berbeda untuk menemaniku menyambut kehadirannya? Hal-hal itu hanyalah angan yang tak terwujudkan..

Rasanya sungguh tidak percaya, kamu kembali menemuiku. Setelah begitu banyak peristiwa, hingga akhirnya kamu memutuskan untuk pergi dari kota tempatmu tinggal. Tempat yang pula memuat banyak cerita untukku, perihal tentangmu.

Seperti apakah rupamu kini, masih seperti terakhir aku melihatmu kah. Atau wajahmu kini tengah menirus, karena rindu-rindu perpisahan kita yang saling menyakiti.

Ditempat ini, disisi gedung tinggi yang menjulang. Di tepi jalan kendaraan berlalu lalang. Kita bertemu untuk pertama kali, pernyataan itu yang terucap olehmu pada perbincangan kita yang kesekian kalinya. Sayangnya aku tidak pernah berhasil mengingat satu kejadian itu, pertemuan pertama kita.

Sesungguhnya tempat ini adalah tempat kesukaanku untuk mengamati sekitar. Tempat dimana aku bisa melihat begitu banyak kejadian yang terjadi. Termasuk hujan yang menciptakan pertemuan kita dalam kebisuan.

Jangan salahkan aku yang tidak dapat mengingat dengan begitu baik. Jangan pula salahkan dirimu yang kala itu tidak mampu membuatku melirik dan mengingat bahwa yang tiba-tiba tersenyum itu adalah kamu. Tidak sedikit yang berteduh disisi tempat ku berdiri, tidak sedikit pula orang yang datang dan berganti. Tidakkah aku terlalu rajin bila orang yang berteduh bersamaku harus aku kenali wajahnya satu persatu. Bila ingatanku sehebat itu, aku rasa tidak perlu begitu banyak kebetulan yang Tuhan ciptakan untuk dapat menciptakan kebersamaan diantara kita.

Katamu kala itu, tatapan mataku seolah menatap hujan, namun nyatanya bukan hujan yang sesungguhnya dilihat. Tapi entah apa yang aku pandang kala itu, seperti menatap jauh lebih kedepan. Atau seperti entah membayangkan apa atau memikirkan apa. Hingga akhirnya aku tersenyum kemudian berlari menerobos gerimis yang tak kunjung mereda. Sementara kamu masih berdiri dengan segenggam payung yang awalnya ingin kamu tawarkan untuk bisa berkenalan denganku. Sayangnya takdir berkata lain pada perjumpaan pertama itu.

“Kei,”

Lamunannya terbuyar, dengan cepat Kei menoleh ke sumber suara itu berasal. Kei memandang sosok yang memanggil namanya. Hanya sejenak, tidak dalam hitungan menit, hanya beberapa detik. Kei kecewa, Kei mengira yang memanggilnya adalah dia yang tengah ditunggunya. Dia yang menyimpan semua harapan-harapan masa depannya. Pandangan Kei kembali menatap kedepan, menatap hujan atau menatap entah apa atau membayangan entah apa jua.

“Kamu sudah empat jam berdiri disitu, dibawah gerimis. Tidakkah kamu…”

“Aku tidak dibawah gerimis, ada payung hitam ini melindungi tubuhku,” kalimat yang belum selesai terucap itu terpotong oleh Kei. Ada nada tidak suka dalam suaranya. Mungkin karena seseorang itu telah mengganggu lamunannya.

“Oke diralat. Kamu tengah berdiri di bawah payung. Ini hujan angin Kei, kamu nggak kedinginan ?”

“Bagaimana bisa aku merasa kedinginan, bila rindu yang ku punya tetangnya begitu membara.”

“Kamu sudah gila, Kei. Dia telah mengacaukan kewarasanmu.”

“Bagaimana mungkin aku bisa merasakan kewarasan. Bila kehadirannya telah menghilang dariku. Bagaimana pula kewarasan bisa hadir, bila tiba-tiba dia menghubungiku mengatakan ingin bertemu denganku. Melepas rindu,”

“Pulanglah Kei, tunggulah ia dirumah,”

“Tidak, kamu saja yang pulang,”

“Aku bilang, aku tidak ingin pulang Brim!” Kei menepis tangan yang ingin membawanya pergi dari tempat ia menunggu.

“Kamu sakit Kei, badanmu begitu panas,”

“Ini belum seberapa Brim, dibandingkan sakit yang Koma rasakan. Aku ingin….”


Sebelum kata selanjutnya terucap, tubuh Kei melemas dan hampir menyentuh bumi. Namun dengan sigap Brima menadang tubuh Kei dengan lengan kanannya. Sentuhan kulit yang terjadi membuat Brima khawatir, karena suhu tubuh Kei semakin panas. Tidak memerlukan waktu yang lama, Brima pun menggendong dan membawa Kei pulang.


29 Januari 2015

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Feb, nih siklus musim dari wiki http://id.wikipedia.org/wiki/Musim_hujan Januari sudah masuk musim penghujan. September sendiri masuk ke musim kemarau (bulan pancaroba) http://id.wikipedia.org/wiki/Musim_kemarau .

ini link mengenai di sebagai preposisi (kata depan) http://id.wikipedia.org/wiki/Preposisi
ini link mengenai di sebagai prefiks (kata hubung/kata awalan) http://id.wikipedia.org/wiki/Awalan

pelajari!

Posting Komentar