Kamis, 02 Juli 2015

Kamisan#12 : Seasson 3 - Kopi dan Senja!

Harusnya aku mempercayai kesadaranku sedari awal.

Aku mengaduk-aduk kopi dihadapanku yang kini telah mendingin. Kopi yang biasanya menjadi sahabat setiaku setiap waktu. Kini terasa membosankan, ada apa denganku?

"Aku menyayangimu, sangat."


Suara merdu yang tidak lagi asing untuk pendengaranku. Tidak lama setelah kalimat itu terdengar, sebuah kecupan mendarat disalah satu pipiku. Kadang sebelah kanan maupun kadang sebelah kiri.  Aku pun akan tersenyum.


"Aku juga menyayangimu, sangat." ujarku kemudian.

"Permisi, apakah mau ada tambahan makanan atau minuman?" suara pramusaji membuyarkan lamunanku. 

Aku terdiam beberapa detik, mengumpulkan kesadaranku yang masih belum sepenuhnya kembali.

"Hmmm boleh, tolong tambahkan segelas kopi yang sama seperti yang tadi saya pesan," 



Aku tersenyum pada pramusaji itu dan mengucapkan terima kasih. Sebelum dia berkomentar lebih lanjut tentang kopi dihadapanku yang sama sekali belum aku sentuh. Sang pramusaji pun, yang sebelumnya ingin mengomentari seakan mengurungkan niatnya.

*****

"Mau kopi ?" aku mencoba menawarkan pada dia yang dihadapanku. 


"Maaf saya tidak suka kopi,"

Aku mengangkat pundakku, mengisyaratkan tidak masalah atas ditolaknya tawaran minum kopiku.

"Oke" ucapku akhirnya.

"Kopi membuatku kehilangan rasa kantuk, dan aku tidak suka," ujarmu kemudian setelah memesan jus jeruk pada pramusaji.

Aku menghentikan ritual menyeruput kopiku, sambil mencoba mencerna kata-kata yang diucapkannya.

"Bukankah itu yang memang harusnya diperlukan untuk orang pekerja seperti kita, apalagi saat pekerjaan mendekati deadline."

Aku melanjutkan menyeruput kopi hitamku yang masih panas.

"Rasanya tidak semua, buktinya aku tidak suka."

"Apakah kamu ada semacam aleri dengan kopi?"

"Tidak, aku bisa minum kopi. Perutku pun akan baik-baik saja. Aku tidak suka kopi, karena membuatku terus terjaga yang berarti membuat otak dan pikiranku akan terus bekerja, entah memikirkan hal penting maupun tidak penting. Dan aku tidak suka memikirkannya. Aku suka terlelap dan membenamkannya bersama mimpi,"

"Apakah ada yang kamu benci terhadap kopi? Maksudnya ada suatu kejadian tentang atau bersama kopi yang membuatmu tidak menyukainya?"

Kamu tidak menjawab pertanyaanku, hanya ulasan senyum tipis yang kamu berikan.

*****


"Senja yang cantik ya?" suara seseorang lagi-lagi membuyarkan lamunanku.


Aku menoleh ke suara itu berasal. Ada pramusaji tersenyum, kemudian menurunkan secangkir kopi dihadapanku.

Aku hanya melihat gerakan-gerakannya tanpa mengeluarkan suara.

"Lagi nunggu macet ya?" suara ramah itu kembali terdengar.

Aku melihat jam tanganku, memang seharusnya jam-jam segini saat-saat yang asik untuk ngopi sembari melihat cantiknya senja, sambil menunggu kemacetan mereda. Tapi aku ada disini bukan untuk hal itu. 

Namun apakah setiap pramusaji memang diajarkan untuk mencampuri urusan pelanggannya ataukah mereka sengaja diajarkam untuk terlihat dekat dengan pelanggan. Sayangnya aku sedang tak berminat untuk omongan basa basi ini. Aku hanya ingin sendiri.

Tiada balasan ucapan yang terucap dariku, sang pramusaji pun berpamitan meninggalkanku yang memang ingin sendiri.

*****


"Ternyata cara kita sama ya?"


Aku menoleh menatap asal suara tersebut, aku menatapnya. Mengisyaratkan bahwa aku menunggu kalimatnya selanjutnya. Namun tiada kalimat yang keluar lagi.

"Menikmati minuman kesukaan, menikmati senja, dan menunggu kemacetan mereda. Oia bangku ini kosong kan?" tanyanya yang kedua kali.

Aku pun mengangguk. Tidak mengeluarkan suara. Dan kembali menatap pemandangan diluar gedung perkantoran ini. Kemacetan dijalan protokol ibukota pada saat jam pekerja pulang mencari nafkah. Atau mereka-mereka yang baru saja ingin menyambut dunia malam.

Tidak ada suara yang terdengar lagi dan sepertinya tidak ada yang berminat untuk membuka pembicaraan ini.

"Mau kopi?" suaraku akhirnya terdengar.

*****


Kopi,

Aroma yang tercipta dipenyangraian biji-biji
Memikat, membius dan membuat jatuh hati
Kecintaan itu, hanya penikmat kopi yang mengerti


Senja,

Cahaya mentari menawan dikerubungi warna jingga
Memikat, membuat jatuh hati dan mempesona
Keindahan itu, hanya pemburu senja yang mencarinya


Kamu dan aku, semestinya sempurna

Kopi dan senja, semestinya istimewa
Tuhan menghadirkannya dengan suka



*****

"Aku menyayangimu."


Kamu terdiam tidak menjawab pertanyaanku, kamu lebih memilih menunduk dan membenamkan wajahmu. Memandang lantai yang tidak sedang berbicara denganmu ataupun sedang mengajakmu berbicara.

Aku menunggu, menunggu kamu untuk mengeluarkan suara. Semestinya pengakuanku ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan untuk didengar olehmu. Bukankah selama ini, sikap kita sudah mewakili untuk dua buah kata tersebut.

Aku memandangmu. Melihatmu masih memandang lantai-lantai yang tidak menarik itu. Lantai bermotif bunga, namun tidak jelas bunga apa yang tergambar pada lantai tersebut.

"Ma..af," suaramu terdengar bergetar. Entah menahan tangis atau sesak. Aku masih menunggu kata berikutnya mengalir.

Suara berikutnya tidak keluar, namun kamu mengambil sesuatu dari dalam tasmu. Dan menyerahkannya kepadaku. Selembar foto yang posisi gambarnya tertutup, seperti sedang menyodorkan sebuah kartu dan aku diminta untuk menebaknya. Kartu apakah itu.

Aku mengambil foto itu, dan melihatnya. Ada kamu disana sedang tertawa bahagia bersama dengan seorang anak lelaki tengah memamerkan giginya. Kalian saling bergandengan tangan.

Aku mengerutkan dahi, sambil memandangnya. Mencoba mencari penjelasan, apa maksud dari semua ini?

Kamu menyeruput kopi dihadapanmu yang kini telah mendingin. Kopi, entah mengapa hari ini diperjumpaan kita yang kesekian puluh kalinya kamu memesan kopi.

"Itu adalah foto anakku, aku juga menyayangimu. Namun aku tidak bisa bersamamu. Aku telah menikah."

Aku bisa melihat air matamu menetes membasahi pipimu yang memerah karena menahan tangis. Aku ingin menyeka dan memeluknya, meredakan luka dihatinya. Namun tubuh ini kelu.


Tapi Tuhan pula menjawabnya dengan duka.

Kopi dan senja tiada lagi bersuka
Meski ada rasa yang terjaga diantaranya
Meski duka tengah dinikmati keduanya


02 Juli 2015
06:01 pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar