Rabu, 28 Mei 2014

Kamisan # 2 : Kartu Pos - Salah Alamat!



“Semesta pada bilik hidupku mungkin enggan menceritakan hal-hal yang serupa. Pada seseorang yang tengah ku kirimi kalimat ini. Pada angka ke delapan di purnama kedua belas, aku menanti seseorang yang ku kasihi sejak lama. Di tempat penuh cerita pada kartu ini. Datanglah! Hanya itu pintaku.”





Baiklah, sepertinya semua sudah sempurna. Rasanya aku seperti seseorang manusia yang begitu romantis. Dan aku rasa dia tidak akan pernah menyangka, bahwa aku yang begitu slengean bisa memperlakukannya begitu romantis. Aku pun tersenyum-senyum sambil memandangi kartu pos. Kartu yang baru saja kutulisi dengan kalimat bermakna. Tidak sabar rasanya, melihat wajahnya yang tengah merona dan terkejut mendapati hari perayaan hubungan ini begitu berbeda.

Kata Rendi, seseorang teman sepermainanku. Wanita suka sekali dengan hal-hal yang romantis. Maka dari itu, aku berencana akan membuat kejutan untuknya. Dan ide ini pun mengalir dari Rendi.

“Mengapa kartu pos, sederhana saja. Wanita suka sekali penasaran, seperti siapa sih yang mengiriminya bunga, coklat dan hadiah-hadiah lainnya. Dengan catatan, pemberian itu tidak tercantum nama pengirimnya. Bunga, coklat itu udah biasa. Menulis kalimat pada sebuah kartu juga biasa. Tapi tidak bila di poskan. Dan lebih istimewanya, dalam selembar kartu pos kita hanya bisa menuliskan beberapa kalimat pada sisi sebelahnya dan sisi sebelahnya alamat yang dituju. Menarik bukan ?”

Begitulah Rendi dengan antusiasnya memaparkan idenya. Ketika aku menanyakan, hal seperti apa yang harus ku lakukan untuk sebuah kejutan di hubunganku yang kesekian dengan Lena. Mendengar penjelasannya tersebut,  aku hanya mampu menganggukkan kepala. Anggukan pertama, sejujurnya aku sendiri tidak tahu kartu pos itu seperti apa bentuknya. Dan anggukan kepala ku yang lain adalah imbalan bahwa ide darinya, sepertinya begitu hebat. Dan aku pun melaksanakan ide tersebut.

Kini di hadapanku telah ada beberapa kartu pos dengan pemandangan yang sama. Sebuah gedung kuno nan megah, yang terletak di Jalan Asia Afrika. Sebuah jalan dimana pada masa sekarang begitu terkenal. Sering menjadi tempat duduk-duduk berbincang atau sekedar untuk berfoto. Dengan jejeran tiang bendera menghiasinya, yang biasanya tiang-tiang itu berisi bendera negara-negara di dunia. Mengapa aku memilih tempat tersebut, sederhana saja. Di tempat tersebut tidak perlu bermodalkan uang banyak, bila lapar ataupun haus. Karena di seberangnya ada penjual makanan ringan yang cukup murah meriah. Baiklah itu hanya becanda, aku tidak sepelit itu.

Kertas berserakkan berbentuk bulatan tidak sempurna, begitu mendominasi ruangan dengan ukuran empat kali lima meter. Kertas-kertas itu menjadi saksi, betapa sulit menulis beberapa kalimat pada dinding kartu pos ini. Ternyata menjadi pujangga tidak semudah melemparkan kata-kata. Bukan sembarang kata, namun rangkaian kata yang memiliki makna. Entah berapa ratus menit telah berlalu tanpa ku hitung. Kata demi kata telah ku susun menjadi kalimat nan indah (menurut diriku). Beginikah rasanya, sebuah perasaan bangga ketika sebuah kerja keras telah di lalui. Meski perasaan bangga itu hanya menyusun beberapa kalimat. Aku cukup berbahagia.

Kalimat-kalimat itu ku tulis kembali dengan rapih, pada sisi sebelah kiri di balik gambar pemandangan gedung itu. Sisi kanannya ku tulis alamat rumahmu. Alamat yang ku dapat dari tanya jawab dengan satpam penjaga lingkungan rumahmu. Jujur saja, aku memang sering ke rumahmu. Namun aku tidak tahu dengan pasti alamat lengkap tempat kamu dan keluargamu tinggal.

Sempurna! Dengan sedikit sentuhan perangko berangka lima ribu rupiah kartu pos ini siap aku kirimkan. Menurut prediksiku, kartu pos ini akan sampai seminggu kemudian. Atau selambat-lambatnya dua minggu. Mengingat jarak yang akan di tempuh kartu pos ini masih dalam kota yang sama. Meskipun harus menunggu, tapi tidak apalah. Asal moment yang ku rencanakan ini menjadi istimewa. Senyum ini pun tidak bisa lepas saat membayangkan kebingunganmu ketika menerima kartu pos ku ini. Aku menggelangkan kepalaku beberapa kali, mencoba membuyarkan lamunanku. Dan Aku pun berbegas ke kantor pos untuk mengirimkannya.

Dua bulan kemudian……

“Kamu disni sudah lama? Sejak pagi aku mencarimu.” Kamu duduk di sebelahku tanpa ku suruh, setelah berhasil berlari saat menyebrangi jalanan yang terlihat lenggang dan menghampiriku.

“Kamu mencari aku ?” Aku tidak melihat wajahmu. Mataku menerawang menatap jalanan dengan mobil yang lalu lalang.

“Iya dong, masa di hari jadian kamu menghilang. Aku menghubungi rumah mu, tapi nggak ada. Aku tanya Rendi, dia hanya senyam senyum dan bilang kalau aku pasti bisa menemukanmu. Aku berfikir kemungkinan kamu ke sini. Jadi aku coba menyusul dan ternyata benar kamu ada di sini.” Jelasmu panjang kali lebar sambil memandang tiang-tiang tempat berbarisnya tiang-tiang bendera.

“Aku nggak menyangka, kamu masih ingat tempat kita pertama kali bertemu. Kamu ternyata romantis juga, tapi nggak pake acara menghilang gitu juga dong.” Rengekmu manja.

Aku tersenyum. “Maaf yah membuatmu khawatir”.

Kami pun saling bercerita tentang masa-masa yang pernah terlewati bersama. Tentang tempat yang tidak hanya menjadi tempat pertemuan pertama. Namun juga menjadi tempat menciptakan cerita dan tentunya kenangan indah. Ku sadari satu hal, romantis itu tidak perlu bersusah payah. Mengingat hal-hal kecil di awal perkenalan ternyata tidak kalah mengesankan. Kartu pos yang ku kirimi itu pun tidak ku tanyakan.

Tidak terasa senja pun telah berlalu, mengulang cerita-cerita telah memakan banyak waktu. Dan rasanya waktu itu terlalu sedikit untuk menikmantinya. Kami pun beranjak, perlahan menjauh meninggalkan tempat kenangan. Aku pun mengantarkannya pulang.

**********

“Pos pos.” teriak seseorang di balik pagar rumahmu. Kala aku sedang duduk, menunggumu tengah bersiap-siap untuk acara pergi hari ini.

Aku pun beranjak dan menghampiri pintu gerbang kecil yang terletak di ujung taman rumahmu.

“Iya pak.” Balas sapaku.

“Benar mas, disini rumahnya Lena Purnayosi ?”

“Iya benar pak.”

“Mas ada kartu pos nih untuknya.”

Pak pos pun mengeluarkan kartu pos itu pada tumpukan kartu pos lainnya dan menyerahkannya padaku. Melihat kartu pos yang di serahkan pak pos itu. Aku seperti mengenalinya. Astaga! Itu kan kartu pos ku.

“Yang mengirim kartu pos itu sepertinya tidak tahu daerah yah mas ?” ujar pak pos itu sambil merapihkan surat-surat yang hendak di kirimkannya kembali. Lamunanku pun terbuyar.

“Maaf pak, maksud bapak?.” Aku seolah tidak mengerti alur pembicaraan bapak pos ini.

“Iyah, soalnya sang pengirim menulis Tangerang-Jawa Barat padahal kan seharusnya kota Tangerang itu masuk provinsi Banten.” Pak pos itu pun berlalu setelah permisi kepadaku yang masih terbengong-bengong.


11:00 pm

28 Mei 2014

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Sekali lagi, Febi, ada seorang yang pernah bilang sama aku ; sebrilian apapun ide cerita yang ditulis seseorang kalau penyajiannya berantakan (eyd dan tanda baca dan sebagainya) sama saja tulisannya tidak bagus.

Tujuanku buat Kamisan ini, selain agar kita semua bisa konsisten menulis juga agar kita bisa saling belajar satu sama lain. Gimana caranya? Karna selain menulis kita juga rutin membaca. Penulis yang baik juga perlu bacaan yang banyak. Juga, lewat tulisan teman-teman Kamisan yang lain kita bisa ikut belajar bagaimana penyajian tulisan yg baik.

Bukan begitu?

Keep nulis.

kecebonk mengatakan...

iyah tant Ar, d coba lagi, nanti aku edit lagi tant Ar *sembah sesepuh*

Posting Komentar