Kamis, 12 Februari 2015

Kamisan#2 Season 3 : Namanya (Si)Alan

Namanya Alan. Banyak yang memanggilnya dengan sebutan Sialan. Nama yang unik kan? Banyak yang beranggapan bahwa hanya orang tidak waras yang mampu memberikan nama anaknya seperti itu. Entah apa yang dipikirkan orang tuanya. Sehingga tercetus keinginan untuk memberikan nama anaknya Sialan.

Bila ditelusuri lebih kedalam. Sesungguhnya tidak ada orang tua yang begitu tega memberikan nama anaknya seperti itu. Termasuk orang tuanya Sialan ini.

Kala itu, seorang ibu paruh baya berjalan dengan riang. Menggendong buah hati tersayang. Menimang-nimang seraya berdendang. Menyanyikan kidung-kidung yang mendayung.

Anakku-anakku sayang. Meski ayahmu jarang pulang. Ibumu tetaplah sayang, sayang kamu seorang.

Kira-kira seperti itulah cuplikan nyanyian ciptaannya.

"Pagi bu Al, sedang jalan-jalan ya?"

Ibu paruh baya itu hanya menoleh ke sumber suara itu dan tersenyum begitu lebar. Tanpa sadar barusan giginya yang tiada lagi putih pun terpamerkan.

Berdiri seorang laki-laki yang tidak dapat dikatakan muda lagi. Berkumis tipis, berambut klimis dan beraroma amis. Laki-laki kurus, seperti tidak diurus itu bertanya. 

"Wah anak siapa ini, lucu sekali. Siapa namanya?"

"Anak ini saya temukan sedang menangis dipojok ruko sebelah sana" wanita paruh baya itu menunjuk ke arah utara. Menginfokan lokasi yang dia ceritakan. Sebuah sudut ruko buntu, dimana tidak terdapat jalan akses untuk menelusuri setapaknya kecuali tembok-tembok tinggi yang warna catnya coklatnya telah memucat.

Lelaki yang bertanya itu hanya manggut-manggut. Tidak heran akan cerita wanita itu. Memang tidak sedikit, ditempat itu ditemukan bayi-bayi tidak bernama. Tidak diketahui keluarganya. Bayi terbuang. Lelaki itu masih menatap wanita dihadapannya. Menunggu jawaban dari pertanyaannya.

Seolah mengerti maksud tatapannya, wanita itu pun membuka suara.

"si Alan, itulah nama anak ini. Seperti nama suamiku Alan. Bukankah....,"

"apa Sialan?" ucapan wanita itu terpotong oleh ucapan lelaki itu penuh kaget.

"iya si Alan, bagus kan?" wanita itu tidak memperdulikan keterkejutan akan pernyataannya.

Lelaki tua itu hanya manggut-manggut kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. Tubuhnya membelakangi wanita itu, tanpa ucapan salam perpisahan. Berlalu pergi sambil menggerakkan ibu jari tangan kanannya ke keningnya.


Ibu paruh baya itu hanya melihat lelaki itu dengan tatapan heran. Dan melanjutkan jalan-jalan sore bersama buah hati temuannya.


Namanya adalah Alan. Entah dia pria ataukah perempuan. Banyak orang yang selalu mempertanyakan. Dan Alan yang rupawan, akan selalu berkata "bertanyalah kepada Tuhan".

Ya itulah kisah alan, seseorang yang kini tengah duduk meandangi lautan. Berharap keajaiban. Membawa kembali putri idaman.

Alan kecil pun telah beranjak dewasa. Alan sudah terbiasa dengan suara-suara yang memanggilnya dengan Sialan. Meskipun nama sesungguhnya bukanlah seperti itu. Sempat Alan kecil bersedih, memarahi sang wanita yang dengan kasih sayang telah menjaganya. Alan bersedih karena nama yang awalnya dia begitu banggakan ternyata memiliki arti yang begitu menyedihkan.

Setiap kali Alan bersedih ia akan berlari menuju bibir daratan. Terdiam. Membuang air matanya. Meredakan amarahnya. Meski ia tahu kekesalan itu tidak pernah benar-benar hilang.

Memandang air yang bergejolak. Mendengar air yang berperang dengan angin. Membuatnya tidak sendiri. Ia merasa telah dipeluk oleh alam. Ia merasa telah didamaikan oleh Tuhan.

Alan mendengar sebuah mitos tentang seorang putri khayangan yang terlihat dipantai ini. Pantai diselatan pulau Jawa. Pantai dimana ia sering duduk dan menumpahkan segala kesedihannya. Sayangnya selama ini Alan tidak pernah melihatnya. Mitos itu ceritakan oleh seorang paman penjual jaring ikan.

Sang Putri hidup di khayangan. Negeri impian para raja-raja bumi. Hari-harinya terisi oleh hal-hal yang membosankan. Pelayan-pelayan rupawan. Makanan-makanan yang mengenakkan. Perhiasan-perhiasan yang bergelimpangan. Sang Putri tidak pernah terlihat kesusahan. Tapi Sang Putri kesepian. 

Sang Putri tengah berlarian ditaman. Ada tawa riang yang terdengar dari angin yang berhembus. Ada jaring terlihat diujung cakrawala. Jaring yang membuat Sang Putri berlari menghampirinya. Jaring yang berkilauan dibawah terikl mentari. Jaring pelangi. Sang Putri berlari sambil tertawa, tawa yang menyenangkan. Sayup-sayup tawa riang Sang Putri pun meredup. Sang Putri menghilang. Para pelayan dan penjaga seluruh khayangan mencarinya. Dibalik daun, dibalik pintu, dibalik atap, dibalik batu. Sang Putri tetap tidak ditemukan. Sang Putri benar-benar telah menghilang.

Ada satu tempat yang belum ditelusuri pencariannya. Lautan tempat para raksasa bekerja. Lautan yang tidak memperbolehkan para penghuni khayangan untuk menjamahnya. Lautan kelam, lautan yang menciptakan nyanyian melengking menyakitkan. Lautan yang kesepian. Lautan yang akhirnya menjadi tempat bersembunyinya Sang Putri. Lautan yang membuat sang Putri tidak bisa kembali.

Konon katanya dengan memasang jaring-jaring berwarna warni pada udara dibawah terik mentari. Dan duduk dibawah bibir pantai. Diantara suara debur ombak dan udara bebas. Sayup-sayup akan terdengar suara nyanyian. Nyanyian kesepian dari Sang Putri.

Alan kini tengah duduk tepi pantai dan sedang mencoba mempraktekkan apa yang dikatakan oleh paman itu. Agar terik tidak menyilaukan penglihatannya. Alan pun memakai camping yang ia curi dari petani di kampungnya. 

Alan ingin bertemu Sang Putri dan berkata, "bukan lautan yang membuatmu kesepian, namun kesendirian yang membuatmu tidak merasakan kebahagiaan"

12 Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar