Dear Bin,
Apakah perlu ku awali surat ini
dengan menanyakan kabarmu? Atau perlukah aku bertanya tentang ketabuan-ketabuan yang
mewarnai hidupmu?
Sesungguhnya aku tidak mengerti
mengapa aku harus menuliskan surat ini untukmu, dan mengapa pula aku harus
merepotkan diri meluangkan waktu untuk merangkai kata demi kata untukmu.
tidakkah kamu merasa ini percuma?
Namun janji adalah janji, dan
kini aku mulai tak mengerti, aku harus menuliskan apa lagi.
Binatang Jalang, nama yang ku kira dimiliki oleh sebangsa pria. Nama yang ku kira, hanya berisi sekumpulan kata-kata puitis. Seperti rangkaian kata yang sering terlontar dalam wadah pertemuan antara kamu dan aku.
Bin, kamu bukanlah yang pertama yang
mengorbankan waktu hari raya dengan memilih untuk bersamaku. Atau mungkin kamu
pula tak menyadari bahwa perjalananmu mengunjungiku dilakukan pada malam hari
perayaan besar agama ((kita)). Namun nyatanya, kamu lah orang pertama yang baru ku kenal
beberapa hari, dan melakukannya.
Hahahhaa, itu sungguh gila. Andai
bila yang melakukan hal seperti itu adalah seorang pria, mungkin aku akan
sangat tersanjung. Sayangnya di kamar kosku, kita tidak tidur bersama. Padahal
aku sudah dengan rela membagi tempat. Tempat dimana aku biasa terlelap dan
menjemput mimpi.
Ah, lupakan kegilaan yang satu
itu. Ya kamu yang gila dan aku yang tidak waras. Kadang kenangan memang hanya
mampu dikenang dan tak dapat terulang. Harusnya aku bisa lebih baik terhadapmu,
namun nyatanya terlalu banyak kebodohan yang ku lakukan. Tapi tenanglah aku
akan selalu menjagamu disini, dibalik kaca. Dibalik udara yang tidak terasa.
Bin, kamu tetap kesayangan aku,
meski kini tidak lagi sama.
Najong banget dah, berasa kayak
surat cinta -,-“
01 Februari 2015
1 komentar:
Beb, bisa gak sih perihal batu ga dibawa2 ������. Udah tersanjung padahal gue. Aarrhhh beb kamu suka gitu
Posting Komentar