Dear Koma,
Masihkah kamu dengan setia, menjaga Tuhanmu
di sana?
Masihkah kamu dengan jenaka berbagi cerita
dengan-Nya?
Aku masih di sini Kom, masih dengan setia
menunggu Tuhanmu menjemputku.
Masih dengan setia berteman doa, mengucap
nama.
“Kei,”
“Hmmm,”
“Lw ngerasa capek nggak sih ?”
Kei membalikan tubuhnya,
melepaskan pandangannya dari jendela kamarnya. Ada Brima di sana.
“Capek ? Capek kenapa ?” Kei
mengernyitkan dahinya. Seolah menebak pembicaraan ini akan dibawa ke arah mana.
Brima datang menghampiri Kei. Ikut
merasakan sejuknya angin yang menerpa wajahnya. Jendela itu di biarkannya
terbuka. Brima mengambil kertas yang ada dimeja dekat jendela, membacanya.
“Jangan lancang, membaca apa yang
bukan kamu miliki,” Kei menyambar kertas itu secara paksa.
Brima menatap Kei dengan tatapan
iba, “Koma lagi ? Lw nggak capek mikirin dia terus Kei ?”
“Bukan urusan kamu Brim, pergi
deh. Nggak usah ganggu.” Kei membalikkan badannya membelakangi Brima.
“Dia udah pergi Kei, kenapa lw
masih saja bertindak seolah-olah dia masih ada.”
Kei terdiam tidak membalas ucapan
Brima.
“Setiap hari lw hanya duduk di
situ, memandang jendela. Seolah berharap Koma akan datang lewat jendela itu. Lw
nggak capek menghayal begitu terus ? Dan ini,” Brima mengambil setumpuk kertas
berisi tulisan-tulisan Kei. “Entah berapa banyak lagi kertas-kertas seperti ini
ada di kamar lw. Dia udah mati Kei, udah mati. Lw sadar dong!”
“Cukup Brim!! nggak usah ikut
campur. Tau apa sih kamu soal kehilangan ?” Kei mengambil paksa kertas-kertas
miliknya yang di genggam oleh Brima.
“Gw emang nggak tau apa-apa soal
kehilangan. Satu hal yang gw tau, gw telah kehilangan seorang yang bernama Kei.
Kei yang ceria. Kei yang dengan tawanya bisa membuat orang disekelilingnya
bahagia. Kei yang sekarang gw kenal, udah berubah. Gw udah nggak pernah
mendapati senyum yang selalu gw rindu, bahkan suara tawa pun kini sudah lenyap.
Lw bermurung diri, lw bilang lw kehilangan Koma. Tapi apa lw tahu Kei, bahwa
orang-orang sekitar lw, kehilangan lw Kei. Sayangnya lw nggak pernah tau, dan gw
rasa lw nggak akan pernah mau tau.”
Brima mencoba mengatur nafasnya.
Terdiam sejenak, berharap Kei bersuara. Namun nihil tiada ada tanda-tanda Kei
akan mengeluarkan suaranya. Brima ingin mengeluarkan suaranya, namun tertahan.
Brima memilih meninggalkan Kei dengan kertas-kertanya.
“Lw egois Kei!”
BRAAAK!!
Pintu kamar Kei pun dibanting
Brima.
11:51
am
09
Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar