“Brim, serius nih ?”
“Iya serius, apa suara gw terdengar bercanda ? udah sini
cepat bantuin gw. Nggak pake lama ya.”
******
“Kom, kamu sedang apa ?”
Koma memalingkan wajahnya ke arah
suara berasal. Ada Kei di sana memandangnya dengan tatapan penuh tanya. Kei
datang menghampirinya, mengintip apa yang tengah dilakukan oleh Koma.
“Menurut kamu, aku sedang apa Kei
?” Koma berbalik bertanya.
“Sepertinya kamu akan memasak atau
entah akan membuat kue. Hey tunggu, kamu bisa memasak memangnya ?” tatapan mata
Kei mengisyaratkan ketidak percayaannya.
“Let’s see.” Koma kembali asik
dengan bahan-bahan yang ada di hadapannya.
Kei memperhatikan sekeliling. Dapur dengan gaya minimalis, warna cream, putih dan hitam cukup mendominasi dapur kecil
ini. Tidak banyak peralatan memasak di dapur ini. Ada beberapa ukuran wajan, panci, piring dan peralatan lainnya yang telah tertata rapi di dalam lemari. Meja untuk makan pun berada tepat di belakang tempat memasak. Pencahayaan pun datang dari balik jendela, dimana dibaliknya terdapat sebuah taman kecil dan gazebo.
“Kom”
“Hmmm”
“Apakah kos mu selalu seperti
ini, sepi ?”
“Menurutmu ?”
“Pindah ke kosanku saja, biar
kamu tidak sendirian”
“Tidak perlu Kei, aku suka
sendiri”
“Hmmmm”
“Dan aku juga suka kalau ada
kamu, tapi untuk pindah kos aku belum pernah memikirkannya.”
Kei mengambil gelas yang ada di
meja makan dan mulai mengisinya dengan air es. Meminumnya dengan perlahan.
“Kei”
“Hmmm”
“Cobalah.”
Kei mengambil satu potong makanan
yang diberikan Koma padanya. Memasukkan ke dalam mulutnya dan mulai mengunyahnya.
“Hmmm enak, ini kamu yang
membuatnya ?” Kei mengambil sepotong lagi.
“Iya, kamu suka ?”
“Suka, kamu mau mengajariku
membuatnya ?”
“Tentu saja, kemarilah. Letakkan
gelas itu dan berhentilah mengunyah.”
Kei meletakkan gelas yang telah
kosong dan menghabiskan potongan terakhir yang berada pada genggamannya.
“Kita akan membuat apa ?”
“Martabak telur, makanan
kesukaanmu”
“Benarkah ?” mata Kei begitu
berbinar, menandakan betapa bersemangatnya ia akan membuat makanan yang disukainya.
“Pakailah celemek itu, agar
bajumu nanti tidak kotor”
“Tidak mau, aku suka berkotoran
ketika memasak.” Kei berjalan kearah wastafel dan mulai mencuci tangannya.
“Baiklah, pertama-tama bantu aku membuat kulit martabaknya dulu ya.”
Koma dengan cekatan, memecahkan satu butir telur.
Mengeluarkan isinya, menaruhnya ke dalam mangkuk stenlis dan kemudian memasukkan garam.
“Bantu aku mengaduknya ya. ” Kei
pun dengan cekatan membantu mengaduk telur dan garam tersebut.
Melihat yang diaduk Kei sudah tercampur, Koma pun memasukkan minyak goreng dan air. Sambil tetap diaduk oleh Kei, tepung terigu dan sagu pun dimasukkan.
“Aduk terus ya Kei, sampai semua
adonan tercampur dengan rata.”
Kei pun mengangguk, tanda menyetujuinya.
Dengan cekatan Koma pun mulai menyalakan kompornya. Wajan kecil diambilnya dari
balik lemari yang ada di bawah, adonan yang telah diaduk oleh Kei diambilnya
sedikit kemudian wajan itu digerakkan agar adonan itu rata mengenai sisi wajan.
Wajan itu ditaruh di atas kompor yang telah dinyalakan terlebih dahulu. Adonan dipanaskan sesaat kemudian wajan dibalik dan kulit martabak yang dibuat pun
terlepas dari wajan dengan sendirinya.
“Bantu aku lanjutkan bikin kulit
lumpianya ya.” Koma menyerahkan wajan kecil itu pada Kei.
Kei mengambil wajan itu dan mulai
melakukan seperti yang telah dilakukan oleh Koma. Kei merasa takjub, karena
dengan mudahnya kulit yang telah dipanaskan lepas dari wajan, hanya dengan
membalikkan wajan itu sendiri. Mungkin karena ada campuran minyak maka kulit
tersebut terlepas dengan mudahnya.
“Lalu apa lagi Kom ?” Kei mulai
terlihat begitu antusias.
“Sekarang kita akan bikin isinya Kei.”
Koma mengacak-acak rambut Kei. Kei tidak mampu membalasnya, karena kedua
tangannya tengah sibuk membuat kulit lumpia.
“Bumbu-bumbu ini harus dihaluskan dulu Kei.” Koma menaruh dua siung bawang putih, merica dan garam lalu mulai menghaluskannya. Kei hanya mampu mengintipnya, sambil memanaskan kulit
lumpia terakhirnya.
“Kei kulit lumpianya sudah
selesai? kalau sudah, tolong panaskan wajannya dengan minyak ya.” Kei pun menuruti intruksi Koma.
Koma mulai menumis bumbu yang
telah dihaluskannya, tumisan bumbu mulai tercium harumnya. Potongan daging pun dimasukkan oleh Koma
dilanjut dengan daun bawang. Ketika daun bawang telah terlihat layu dan adukan merata. Barulah
telur dimasukkan dan diaduk kembali kemudian ditiriskan.
“Ini isi martabak yang akan kita
buat Kei”
“Jadi isi ini akan dimasukkan ke
kulit yang tadi aku buat lalu digoreng ya?”
“Benar sekali Kei.” Koma tersenyum
padanya.
‘Ahh manis sekali senyumnya,’ pikir
Kei.
“Kei”
“Hmmm”
“Duduklah yang manis di gazebo,
nanti aku akan membawakan martabak yang telah ku goreng ini ke sana.” Koma
menunjuk ke arah taman di samping rumah kosan yang disewanya.
“Aku bawakan minumannya juga ya Kom.”
Kei pun mengambil dua gelas dan mulai membuat teh susu. Minuman kesukaan mereka
ketika menikmati sore.
Minuman yang telah jadi itu pun
ia bawa ke taman. Diletakkannya minuman itu pada gazebo. Matanya memandang ke
penjuru taman.
‘Indah, pantas saja kamu enggan pindah dari sini. Pohon mangga
yang rindang, jambu air yang tengah berbuah. Tidak tertinggal bunga melati dan kamboja pun ikut menghiasi
setiap sudut taman ini.’
“Martabak sudah datang.” Teriak Koma
ketika dalam perjalanan menuju gazebo.
Kei menggeser duduknya,
memberikan ruang untuk Koma menaruh martabak yang telah digorengnya.
“Cobalah Kei, kamu pasti
menyukainya.” Koma memberikan piring penuh martabak yang telah digorengnya.
Kei mencomot martabak itu dan
mulai mengigitnya. Ada adonan yang tidak terputus walau sudah digigitnya.
“Kamu tambahin apa Kom, keju
mozarela ?” Kei bersuara ketika gigitan pertamanya telah masuk dalam
kunyahannya.
Koma tertawa, “benar sekali Kei, kamu
suka ?”
“Suka sekali, baru kali ini aku
makan martabak telor dengan keju mozarela didalamnya. Terima kasih ya.”
Mereka pun mulai bercerita
tentang apa saja, tentang hobby memasak Koma yang baru Kei tahu. Tentang taman
yang begitu teduh dan tentang senja yang selalu mereka kagumi. Sesekali tawa
tercipta diantara perbincangan mereka.
******
‘Hmmm harum apa ini.’
Mata Kei terbuka perlahan, pandangan
itu terarah pada harum yang mengusik hidungnya. Kesadarannya perlahan kembali,
padangannya tiada lagi buram. Tatapannya tertuju pada makanan di meja samping
tempat ia berbaring.
“Martabak ?”
“Itu untukmu Kei.”
Kei menoleh ke asal suara itu.
Ada Brima di sana.
“Cobalah, aku membuatnya untumu.
Semoga kamu suka.”
Brima menghampiri Kei, mengambil
satu potong martabak yang ada di meja dan diberikannya kepada Kei.
Kei mulai menggigitnya, bersusah payah memakannya. Ada bahan yang potongannya tidak bisa lepas.
Kei menyetuh isi dalam martabak yang telah digigitnya, “Brim ini ?”
“Itu keju mozarela Kei, kamu suka
? loh kok kamu malah menanggis Kei, apa martabak buatanku begitu enak sampai
kamu terharu ?” Brima berusaha melucu, karena ia tidak menduga akan mendapati
ekspresi seperti ini dari Kei.
“Keluar Brim dari kamarku.
KELUAR!!”
09:02 am
22 Juni 2014
Nb :
Jika masih bingung dengan endingnya, silahkan baca terlebih dahulu #Kamisan 4 : Halusinasi-KOMA!
2 komentar:
Keluarkan aku Kei, keluarkan aku kata Brima. :))
Kei kamu kok juhut sama aku sih :(
Posting Komentar