Minggu, 22 Juni 2014

#Kamisan 6 : Martabak Telur - KOMA!

“Brim, serius nih ?”

“Iya serius, apa suara gw terdengar bercanda ? udah sini cepat bantuin gw. Nggak pake lama ya.”

******

“Kom, kamu sedang apa ?”

Koma memalingkan wajahnya ke arah suara berasal. Ada Kei di sana memandangnya dengan tatapan penuh tanya. Kei datang menghampirinya, mengintip apa yang tengah dilakukan oleh Koma.

“Menurut kamu, aku sedang apa Kei ?” Koma berbalik bertanya.

“Sepertinya kamu akan memasak atau entah akan membuat kue. Hey tunggu, kamu bisa memasak memangnya ?” tatapan mata Kei mengisyaratkan ketidak percayaannya.

“Let’s see.” Koma kembali asik dengan bahan-bahan yang ada di hadapannya.

Kei memperhatikan sekeliling. Dapur dengan gaya minimalis, warna cream, putih dan hitam cukup mendominasi dapur kecil ini. Tidak banyak peralatan memasak di dapur ini. Ada beberapa ukuran wajan, panci, piring dan peralatan lainnya yang telah tertata rapi di dalam lemari. Meja untuk makan pun berada tepat di belakang tempat memasak. Pencahayaan pun datang dari balik jendela, dimana dibaliknya terdapat sebuah taman kecil dan gazebo.

“Kom”

“Hmmm”

“Apakah kos mu selalu seperti ini, sepi ?”

“Menurutmu ?”

“Pindah ke kosanku saja, biar kamu tidak sendirian”

“Tidak perlu Kei, aku suka sendiri”

“Hmmmm”

“Dan aku juga suka kalau ada kamu, tapi untuk pindah kos aku belum pernah memikirkannya.”

Kei mengambil gelas yang ada di meja makan dan mulai mengisinya dengan air es. Meminumnya dengan perlahan.

“Kei”

“Hmmm”

“Cobalah.”

Kei mengambil satu potong makanan yang diberikan Koma padanya. Memasukkan ke dalam mulutnya dan mulai mengunyahnya.

“Hmmm enak, ini kamu yang membuatnya ?” Kei mengambil sepotong lagi.

“Iya, kamu suka ?”

“Suka, kamu mau mengajariku membuatnya ?”

“Tentu saja, kemarilah. Letakkan gelas itu dan berhentilah mengunyah.”

Kei meletakkan gelas yang telah kosong dan menghabiskan potongan terakhir yang berada pada genggamannya.

“Kita akan membuat apa ?”

“Martabak telur, makanan kesukaanmu”

“Benarkah ?” mata Kei begitu berbinar, menandakan betapa bersemangatnya ia akan membuat makanan yang disukainya.

“Pakailah celemek itu, agar bajumu nanti tidak kotor”

“Tidak mau, aku suka berkotoran ketika memasak.” Kei berjalan kearah wastafel dan mulai mencuci tangannya.

“Baiklah, pertama-tama bantu aku membuat kulit martabaknya dulu ya.”

Koma dengan cekatan, memecahkan satu butir telur. Mengeluarkan isinya, menaruhnya ke dalam mangkuk stenlis dan kemudian memasukkan garam.

“Bantu aku mengaduknya ya. ” Kei pun dengan cekatan membantu mengaduk telur dan garam tersebut.

Melihat yang diaduk Kei sudah tercampur, Koma pun memasukkan minyak goreng dan air. Sambil tetap diaduk oleh Kei, tepung terigu dan sagu pun dimasukkan.

“Aduk terus ya Kei, sampai semua adonan tercampur dengan rata.”

Kei pun mengangguk, tanda menyetujuinya. Dengan cekatan Koma pun mulai menyalakan kompornya. Wajan kecil diambilnya dari balik lemari yang ada di bawah, adonan yang telah diaduk oleh Kei diambilnya sedikit kemudian wajan itu digerakkan agar adonan itu rata mengenai sisi wajan. Wajan itu ditaruh di atas kompor yang telah dinyalakan terlebih dahulu. Adonan dipanaskan sesaat kemudian wajan dibalik dan kulit martabak yang dibuat pun terlepas dari wajan dengan sendirinya.

“Bantu aku lanjutkan bikin kulit lumpianya ya.” Koma menyerahkan wajan kecil itu pada Kei.

Kei mengambil wajan itu dan mulai melakukan seperti yang telah dilakukan oleh Koma. Kei merasa takjub, karena dengan mudahnya kulit yang telah dipanaskan lepas dari wajan, hanya dengan membalikkan wajan itu sendiri. Mungkin karena ada campuran minyak maka kulit tersebut terlepas dengan mudahnya.

“Lalu apa lagi Kom ?” Kei mulai terlihat begitu antusias.

“Sekarang kita akan bikin isinya Kei.” Koma mengacak-acak rambut Kei. Kei tidak mampu membalasnya, karena kedua tangannya tengah sibuk membuat kulit lumpia.

“Bumbu-bumbu ini harus dihaluskan dulu Kei.” Koma menaruh dua siung bawang putih, merica dan garam lalu mulai menghaluskannya. Kei hanya mampu mengintipnya, sambil memanaskan kulit lumpia terakhirnya.

“Kei kulit lumpianya sudah selesai? kalau sudah, tolong panaskan wajannya dengan minyak ya.” Kei pun menuruti intruksi Koma.

Koma mulai menumis bumbu yang telah dihaluskannya, tumisan bumbu mulai tercium harumnya. Potongan daging pun dimasukkan oleh Koma dilanjut dengan daun bawang. Ketika daun bawang telah terlihat layu dan adukan merata. Barulah telur dimasukkan dan diaduk kembali kemudian ditiriskan.

“Ini isi martabak yang akan kita buat Kei”

“Jadi isi ini akan dimasukkan ke kulit yang tadi aku buat lalu digoreng ya?”

“Benar sekali Kei.” Koma tersenyum padanya.

‘Ahh manis sekali senyumnya,’ pikir Kei.

“Kei”

“Hmmm”

“Duduklah yang manis di gazebo, nanti aku akan membawakan martabak yang telah ku goreng ini ke sana.” Koma menunjuk ke arah taman di samping rumah kosan yang disewanya.

“Aku bawakan minumannya juga ya Kom.” Kei pun mengambil dua gelas dan mulai membuat teh susu. Minuman kesukaan mereka ketika menikmati sore.

Minuman yang telah jadi itu pun ia bawa ke taman. Diletakkannya minuman itu pada gazebo. Matanya memandang ke penjuru taman.

‘Indah, pantas saja kamu enggan pindah dari sini. Pohon mangga yang rindang, jambu air yang tengah berbuah. Tidak tertinggal bunga melati dan kamboja pun ikut menghiasi setiap sudut taman ini.’

“Martabak sudah datang.” Teriak Koma ketika dalam perjalanan menuju gazebo.

Kei menggeser duduknya, memberikan ruang untuk Koma menaruh martabak yang telah digorengnya.

“Cobalah Kei, kamu pasti menyukainya.” Koma memberikan piring penuh martabak yang telah digorengnya.

Kei mencomot martabak itu dan mulai mengigitnya. Ada adonan yang tidak terputus walau sudah digigitnya.

“Kamu tambahin apa Kom, keju mozarela ?” Kei bersuara ketika gigitan pertamanya telah masuk dalam kunyahannya.

Koma tertawa, “benar sekali Kei, kamu suka ?”

“Suka sekali, baru kali ini aku makan martabak telor dengan keju mozarela didalamnya. Terima kasih ya.”

Mereka pun mulai bercerita tentang apa saja, tentang hobby memasak Koma yang baru Kei tahu. Tentang taman yang begitu teduh dan tentang senja yang selalu mereka kagumi. Sesekali tawa tercipta diantara perbincangan mereka.

******

‘Hmmm harum apa ini.’

Mata Kei terbuka perlahan, pandangan itu terarah pada harum yang mengusik hidungnya. Kesadarannya perlahan kembali, padangannya tiada lagi buram. Tatapannya tertuju pada makanan di meja samping tempat ia berbaring.

“Martabak ?”

“Itu untukmu Kei.”

Kei menoleh ke asal suara itu. Ada Brima di sana.

“Cobalah, aku membuatnya untumu. Semoga kamu suka.”

Brima menghampiri Kei, mengambil satu potong martabak yang ada di meja dan diberikannya kepada Kei.
Kei mulai menggigitnya, bersusah payah memakannya. Ada bahan yang potongannya tidak bisa lepas.

Kei menyetuh isi dalam martabak yang telah digigitnya, “Brim ini ?” 

“Itu keju mozarela Kei, kamu suka ? loh kok kamu malah menanggis Kei, apa martabak buatanku begitu enak sampai kamu terharu ?” Brima berusaha melucu, karena ia tidak menduga akan mendapati ekspresi seperti ini dari Kei.

“Keluar Brim dari kamarku. KELUAR!!”

09:02 am
22 Juni 2014



Nb :
Jika masih bingung dengan endingnya, silahkan baca terlebih dahulu #Kamisan 4 : Halusinasi-KOMA!

2 komentar:

jokbelakang mengatakan...

Keluarkan aku Kei, keluarkan aku kata Brima. :))

Unknown mengatakan...

Kei kamu kok juhut sama aku sih :(

Posting Komentar