"ketika gengsi seseorang sudah kebeli, prinsip hidup seolah goyah. Hal yang biasanya di katakan tidak kini mampu berubah menjadi iya."
Pagi ini seperti biasa aku mengantri di bank. Aku membuka pintu masuk bank itu. Ada salam dari satpam, seperti biasa. Aku mengambil nomor antrian pada mesin di sebelah kanan dari pintu masuk bank tersebut. Aku melihat nomor antrianku, di bawah nomer antrian terdapat angka. Angka yang menunjukkan berapa antrian lagi yang harus aku tunggu hingga nomor antrianku terpanggil. Dua belas antrian lagi, angka tersebut yang tertera. Tidak terlalu banyak, pikirku.
Aku duduk di bangku tunggu. Melihat antrian yang cukup panjang. Aku memasang earphone, mulai mendengarkan musik. Saat sedang menikmati musik mengalun lembut di telingaku. Aku merasa ada yang memanggil namaku. Ku toleh ke kanan dan ke kiri. Mencari mimik muka yang tengah memanggilku.
Aku menemukannya, dia yang sejajar dengan tempat aku duduk. Dia di hadapanku, seseorang yang biasa di sebut dengan teller. Dia memanggil namaku kembali. Aku seketika melihat angka pada kertas antrianku dan mencocokkannya dengan nomor pada papan digital antrian. Urutan nomor antrianku masih jauh untuk di panggil. Namun teller itu masih memanggil namaku. Aku pun menghampirinya dengan ragu.
Teller itu mengucapkan salam. Teller yang sudah ku kenal namanya, karena seringnya aku mengunjungi bank ini.
"Nomor antrianku kan masih jauh, kok sudah di panggil ?" tanyaku keheranan.
Seingatku, teller yang satu ini sangat menjunjung kedisiplinan. Paling tidak suka dengan yang namanya menyerobot antrian. Jadi orang itu harus disiplin dengan mengikuti nomor urut yang sudah di ambil, begitu ucapnya kala itu kita berbincang. Tapi hari ini, tidak seperti biasanya.
"Nggak apa-apa, sekali ini. Kan kemarin kamu sudah traktir aku makan." ucapnya sambil menutupkan sebagian wajahnya pada slip setoran yang aku berikan.
Aku hanya tersenyum, dalam hati aku tertawa. Begitu mudahnya prinsip seseorang berubah.
06 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar