JINGGA

Aku menyapamu jingga. Apakah kamu menyadari itu. Apakah kamu merasa bahwa aku memerhatikanmu melebihi biasanya. Apakah kamu merasa bahwa senyumku lebih banyak saat bersamamu. Senyum yang selalu mengembang meskipun hanya melihatmu. Bersediakah kamu mendengarkan ungkapan perasaanku. Bersediakah kamu menemani keseharianku dengan ceritamu. Sayangnya perasaan ini tidak pernah di ijinkan Tuhan untuk ada di antara kita. Aku juga tidak ingin membuatmu menjauh. Meninggalkanku karena membenciku. Meski aku tau perasaan benci itu tidak pernah bersarang untukku. Tuhan tahu, waktu panjang telah memisahkan kita. Masing-masing waktu telah mengubah hati kita. Tapi kita tau, bahwa sebanyak apapun waktu mengubah perasaan kita. Aku dan kamu adalah sama. Sama-sama menikmati kebersamaan yang sempat terhalang. 

Aku merindumu dengan sangat. Ingin memelukmu. Namun tubuh ini kelu. Diam tak beranjak, (mengembangkan tangan menggapai tubuhmu). Pelukan itu tidak pernah aku hadirkan di antara kita. Bukannya aku tidak ingin. Tapi aku takut, memelukmu sama dengan membuatku tidak ingin melepasmu. Memelukmu sama dengan membiarkan perasaanku di ketahui olehmu. 

Jingga....Jingga, aku pernah menjadi gila karena kehilanganmu. Aku pernah menjadi gila, hanya karena memikirkanmu. Kamulah perasaan bahagia pertama yang hadir di hatiku. Kamulah yang pertama mengajarkan aku bermimpi. Meraihnya bersamamu. Jingga, tidak pernah terbayang pertemuan itu kembali hadir di antara kita. Andai kita tidak di pertemukan lagi, mungkin saat ini aku masih terus mencarimu. Mencari di antara ketidakpastian atau di antara sisa jejakmu yang telah lama kamu tinggalkan.

Jingga, aku tau perasaan ini hanyalah satu sisi. Kamu adalah biasa, tapi aku yang menganggapmu istimewa. Perhatian yang ku beri terbatas, agar kamu menganggapku biasa. Tapi perhatianmu tak pernah terbatas. Membuatku malu, dan berusaha membuatmu biasa. Karena aku tidak ingin harapan itu melambungkan hatiku. 

Jingga, waktu bersamamu begitu menyenangkan. Ketika perjalanan panjang itu, aku ingin menggenggam tanganmu. Namun aku tau kamu pasti akan menepisnya. Membiarkan tanganmu menggenggam udara. Bebas meraih apapun kecuali tanganku. 

Jingga,  hatiku telah memilihmu. Membiarkanmu bermain-main dalam pikiran dan nafasku. Membiarkanmu menyesakkan hatiku. Aku tidak marah, aku menikmatinya. Menikmati setiap perasaan itu.

Jingga, rasa ini tidak menyakitiku. Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya.

06:37 pm

02 Maret 2013

nb: catatan seorang kawan